Bab 7. Yakin Dan Tawakkal
>> 06 April 2009
Yakin Dan Tawakkal
Allah Ta'ala berfirman:"Setelah orang-orang yang beriman itu melihat pasukan serikat - musuh - mereka berkata:
"Inilah yang dijanjikan oleh Allah dan RasulNya kepada kita dan Allah dan RasutNya itu berkata
benar. Hal yang sedemikian itu tidaklah menambahkan kepada orang-orang yang beriman tadi
melainkan kelmanan dan penyerahan bulat-bulat." (Q.S. Al-Ahzab: 22)
"Para manusia berkata kepada orang-orang yang beriman itu: "Sesungguhnya orang-orang
telah berkumpul untuk melawan engkau semua, oleh karena itu takutlah kepada mereka." Tetapi hal itu makin menambah keimanan mereka. Mereka menjawab: Allah cukup menjadi pelindung kita dan
sebaik-baiknya yang dijadikan tempat bertawakkal. Kemudian mereka kembali dengan mendapatkan kenikmatan dan keutamaan dari Allah, mereka tidak terkena sesuatu halanganpun dan mereka mengikuti keridhaan Allah dan Allah itu memiliki keutamaan yang agung." (Q.S. Ali-lmran: 173-174)
"Dan bertawakkallah kepada Tuhan yang Maha Hidup yang tidak akan mati." ( Q.S. Al-Furqan: 58)
"Dan kepada Allah, hendaklah orang-orang yang beriman itu sama bertawakkal,"
(Q.S. Ibrahim: 11)
"Jikalau engkau telah bulat tekad - untuk melaksanakan sesuatu - maka bertawakkallah kepada
Allah." (Q.S. Ali-lmran: 159)
"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, maka Dia pasti mencukupi untuknya."
(Q.S. At-Thalaq: 3)
"Bahwasanya orang-orang yang beriman itu, ialah mereka yang apabila disebutkan nama Allah,
maka hati mereka itu menjadi ketakutan, juga apabila ayat-ayatNya dibacakan kepada mereka, maka bertambah-tambahlah keimanan mereka dan mereka itu sama bertawakkal kepada Tuhannya." (Q.S. Al-Anfal: 2)
Ayat-ayat perihal keutamaan bertawakal itupun banyak pula dan dapat dimaklumi.
Keterangan:
Banyak sekali orang yang salah mengerti dalam melaksanakan ketawakalan kepada Allah Ta'ala itu. Ada yang berpendapat, tawakkal ialah menyerah bulat-bulat kepada Tuhan tanpa berbuat daya-upaya dan usaha untuk mencari mana-mana yang baik dan menyebabkan kebahagiaan. Ringkasnya enggan berikhtiar atau menyingsingkan lengan baju. Anehnya ia meminta yang enak-enak belaka. Orang semacam di atas itu rupanya berpendapat, bahwa tidak perlu ia belajar, jika Tuhan menghendaki ia menjadi orang pandai, tentu pandai juga nantinya. Juga tidak perlu bekerja, jika Tuhan menghendaki ia menjadi kaya, tentu kaya juga nantinya. Atau ketika sakit, tidak perlu ia berobat, jika Tuhan menghendaki sembuh tentu sihat kembali pula. Semuanya itu samalah halnya dengan orang yang sedang lapar, sekalipun macam-macam makanan di hadapan mukanya, tetapi ia berpendapat, jika Tuhan menghendaki kenyang, tanpa makanpun akan menjadi kenyang juga. Cara berfikir semacam di atas itu, apabila diterus-teruskan, pasti akan membuat kesengsaraan diri sendiri, bahkan merusak akalnya sendiri.
Adapun maksud tawakkal yang diperintahkan oleh agama itu ialah menyerahkan diri kepada Allah sesudah berdaya-upaya dan berusaha serta bekerja sebagaimana mestinya. Misalnya meletakkan sepeda di muka rumah, setelah dikunci baik-baik, lalu bertawakkal. Artinya apabila setelah dikunci itu masih juga hilang umpama dicuri orang, maka dalam pandangan agama orang itu sudah tidak bersalah, sebab telah melakukan ikhtiar supaya jangan sampai hilang. Hal yang semacam itu pernah terjadi di zaman Rasulullah s.a.w., yaitu ada seorang sahabatnya yang meninggalkan untanya tanpa diikatkan pada sesuatu, seperti pohon, tonggak dan lain-lain, lalu ditinggalkan. Beliau s.a.w. bertanya: "Mengapa tidak kamu ikatkan?" Ia menjawab: "Saya sudah bertawakkal kepada Allah." Rasulullah s.a.w. tidak dapat menyetujui cara berfikir orang itu, lalu bersabda Artinya:
"Ikatlah dulu lalu bertawakkallah." Ringkasnya tawakal tanpa usaha lebih dulu adalah salah dan keliru menurut pandangan Islam. Jikalau kita sudah dapat meletakkan arti tawakkal pada garis yang sebenarnya, maka sangat sekali dipuji dan pasti kita tidak akan kekurangan rezeki, sebab Allah Ta'ala akan menjamin bahwa kita akan diberi bagian rezeki kita masing-masing sebagairnana halnya burung yang pergi pagi-pagi dalam keadaan kosong perut, sedang pada sore harinya telah menjadi kenyang.
Selain itu Allah berfirman bahwa srfat-sifat kaum mu'minin itu di antaranya ialah selalu bertawakkal kepada Allah Ta'ala dengan pengertian tawakkal yang tidak disalahrnengertikan.
FirmanNya: "Bahwasanya orang-orang yang beriman itu apabila nama Allah disebutkan, menjadi gentarlah hati mereka dan apabila ayat-ayat Allah dibacakan, maka bertambahlah keimanan mereka dan hanya kepada Allah jualah mereka bertawakkal." (al-Anfal: 2)
Yang perlu kita perhatikan, sehubungan dengan persoalan ini ialah:
Dalam mengejar cita-cita, supaya dapat berhasil kecuali amat diperlukan adanya sifat kesabaran, juga wajib disertai sifat tawakkal ini. Karena yang menentukan berhasil atau tidaknya sesuatu maksud itu hanyalah Allah Subhanahu wa Ta'ala sendiri. Lebih besar yang dicita-citakan, wajib lebih besar pula sabar dan tawakkalnya, misalnya ingin menjadi seorang yang alim, ingin memajukan agama, ingin mendirikan sesuatu negara yang benar-benar diridhai oleh Allah Ta'ala, ingin melaksanakan hukum-hukum dan syariat Islam dalam negara dan lain-lain sebagainya. Setelah bersabar dan bertawakkal wajib pula disertai doa, memohon kepada Allah semoga yang dicita-citakan itu berhasil, jangan bosan-bosan berdoa dan yakinlah bahwa Allah akan mengabulkan. Insya Allah.Adapun Hadis-hadistnya ialah:
74. Pertama: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma, katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Dipertontonkanlah padaku berbagai ummat, maka saya melihat ada seorang Nabi dan besertanya adalah sekelompok manusia kecil - antara tiga orang sampai sepuluh, ada pula Nabi dan besertanya adalah seorang lelaki atau dua orang saja, bahkan ada pula seorang Nabi yang tidak disertai seseorangpun. Tiba-tiba diperlihatkanlah padaku suatu gerombolan manusia yang besar, lalu saya mengira bahwa mereka itulah ummatku. Lalu dikatakanlah padaku: "Ini adalah Musa dengan kaumnya. Tetapi lihatlah ke ufuk - sesuatu sudut." Kemudian sayapun melihatnya, lalu saya lihatlah dan tiba-tiba tampaklah di situ suatu gerombolan ummat yang besar juga. Selanjutnya dikatakan pula kepadaku: "Kini lihatlah pula ke ufuk yang lain lagi itu." Tiba-tiba di situ terdapatlah suatu kelompok yang besar pula, lalu dikatakanlah padaku: "Inilah ummatmu dan beserta mereka itu ada sejumlah tujuh puluh ribu orang yang dapat memasuki syurga tanpa dihisab dan tidak terkena siksa." Kemudian Rasulullah s.a.w. bangun dan terus memasuki rumahnya. Orang-orang banyak sama membicarakan mengenai para manusia yang memasuki syurga tanpa dihisab dan tanpa disiksa itu. Sebagian dari sahabat itu ada yang berkata: "Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang telah menjadi sahabat Rasulullah s.a.w." Sebagian lagi berkata: "Barangkali mereka itu ialah orang-orang yang dilahirkan di zaman sudah munculnya agama Islam, kemudian tidak pernah mempersekutukan sesuatu dengan Allah." Banyak lagi
sebutan, percakapan-percakapan mengenai yang mereka kemukakan.
Rasulullah s.a.w. lalu keluar menemui mereka kemudian bertanya: "Apakah yang sedang engkau semua percakapkan itu." Para sahabat memberitahukan hal itu kepada beliau. Selanjutnya beliau s.a.w. bersabda: "Orang-orang yang memasuki syurga tanpa hisab dan siksa itu ialah mereka yang tidak pernah memberi mentera-mentera tidak meminta mentera-mentera dari orang lain karena sangatnya bertawakkal kepada Allah, tidak pula merasa akan memperoleh bahaya karena adanya burung-burung -atau adanya hal yang lain-lain atau ringkasnya meyakini guhon tuhon atau khurafat yang sesat - dan pula sama bertawakkal kepada Tuhannya." 'Ukkasyah bin Mihshan al-Asadi, kemudian berkata: "Doakanlah saya ya Rasulullah kepada Allah supaya Allah menjadikan saya termasuk golongan mereka itu tanpa hisab dan siksa dapat memasuki syurga." Beliau s.a.w. lalu bersabda: "Engkau termasuk golongan mereka." Selanjutnya ada pula orang lain yang berdiri lalu berkata: "Doakanlah saya kepada Allah supaya saya oleh Allah dijadikan termasuk golongan mereka itu pula." Kemudian beliau bersabda: "Permohonan seperti itu telah didahului oleh 'Ukkasyah." (Muttafaq 'alaih)
Lafaz 'Ukkasyah dengan mendhammahkan 'ain serta mensyaddahkan kafnya, tetapi boleh pula kafnya itu diringankan, yakni tidak disyaddahkan lalu dibaca 'Ukasyah. Namun begitu, dengan mensyaddahkan kafnya adalah lebih fasih.
75. Kedua: Dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma juga bahwasanya Rasulullah s.a.w. bersabda - dalam berdoa: "Ya Allah, kepadaMulah saya menyerahkan diri, denganMu saya beriman, atasMu saya bertawakkal, ke hadhiratMu saya bertaubat, denganMu saya berbantah menghadapi musuh-musuh agama."
"Ya Allah, saya mohon perlindungan dengan kemuliaanMu, tiada Tuhan melainkan Engkau, kalau sampai Engkau menyesatkan diriku. Engkau Maha Hidup yang tidak akan mati, sedangkan semua jin dan manusia pasti mati." (Muttafaq 'alaih)
Hadis di atas itu menurut lafaz Imam Muslim dan diringkaskan dalam lafaz Imam Bukhari.
76. Ketiga: Dari Ibnu Abbas radhiallahu'anhuma pula, katanya: "Lafaz: Hasbunallah wa ni'mal wakil, artinya: Cukuplah Allah itu sebagai penolong kita dan Dra adalah sebaikbaiknya yang diserahi, itu pernah diucapkan oleh Ibrahim a.s. ketika beliau dilemparkan ke dalam api, Juga pernah diucapkan oleh Nabi Muhammad s.a.w. ketika orang-orang sama berkata: "Sesungguhnya orang-orang banyak telah berkumpul-bersatu-untuk memerangi engkau,maka takutilah mereka itu," tetapi ucapan sedemikian itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang beriman melainkan keimanan belaka dan mereka berkata: Hasbunallah wa ni'mal wakil. (Riwayat Bukhari)
Dalam riwayat Bukhari pula dari Ibnu Abbas radhiallahu 'anhuma disebutkan:
Ucapan Nabi Ibrahim yang terakhir sekali ketika beliau dilemparkan ke dalam api yaitu:
Hasbiallah wa ni'mal wakil artinya: "Cukuplah Allah itu sebagai penolongku dan Dia adalah sebaik-baiknya yang diserahi."
77. Keempat: Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., sabdanya: "Masuklah ke dalam syurga itu para kaum yang hatinya seperti hati burung." (Riwayat Muslim)
Artinya kata-kata di atas itu disebutkan: Bahwasanya mereka itu sama bertawakkal. Juga dapatdiartikan: bahwasanya hati mereka itu lemah lembut.
78. Kelima: Dari Jabir r.a. bahwasanya ia berperang bersama Nabi s.a.w. di daerah dekat Najad - yakni perang Dzatur Riqa'. Setelah Rasulullah s.a.w. kembali dari perjalanannya iapun kembali beserta mereka, kemudian mereka beristirahat (tidur siang) dalam suatu lembah yang banyak pohon durinya. Rasulullah s.a.w. turun dan orang-orang lainpun sama berteduh di bawah pohon. Rasulullah s.a.w. itu turun di bawah pohon samurah kemudian menggantungkan pedangnya di situ. Kita semua tidur, tiba-tiba Rasulullah s.a.w. memanggil-manggil kita dan di sisinya ada seorang A'rab - orang Arab dari pegunungan, lalu beliau s.a.w. bersabda: "Orang ini telah mengacungkan pedangku padaku, sedang saya tidur tadi, kemudian saya bangun, sedangkan pedang itu terhunus di tangannya, ia berkata: "Siapakah yang dapat menghalanghalangi engkau dari perbuatanku ini?" Saya menjawab: "Allah" sampai tiga kali. Tetapi beliau s.a.w. tidak menghukum orang yang akan membunuhnya tadi dan beliaupun duduk. (Muttafaq 'aiaih)
Dalam sebuah riwayat lagi disebutkan:
Jabir berkata: "Kita semua bersama-sama Rasulullah s.a.w. dalam peperangan Dzatur Riqa', kemudian datanglah kita pada pohon yang rindang - nyaman digunakan sebagai tempat berteduh - pohon itu kita biarkan untuk digunakan oleh Rasulullah s.a.w., kemudian datanglah seseorang lelaki dari golongan kaum musyrikin sedangkan pedang Rasulullah s.a.w. digantungkan pada pohon tersebut. Orang itu menghunus pedangnya lalu berkata:
"Adakah engkau takut padaku?" Rasulullah s.a.w. menjawab: "Tidak." Orang itu berkata lagi:
"Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini." Beliau s.a.w.
menjawab: "Allah." Disebutkan pula dalam riwayat lainnya lagi yaitu riwayat Abu Bakar al-lsma'ili dalam kitab shahihnya demikian:
Orang itu berkata: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari perbuatanku ini." Beliau s.a.w. bersabda: "Allah," kemudian jatuhlah pedang itu dari tangannya. Selanjutnya pedang itu diambil oleh Rasulullah s.a.w., lalu bersabda: "Siapakah yang dapat menghalang-halangi engkau dari padaku ini?" Orang tadi berkata: "Jadilah engkau hai Muhammad sebaik-baiknya orang yang dimintai perlindungan." Rasulullah s.a.w.bersabda pula: "Sukakah engkau menyaksikan bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwasanya saya ini utusan Allah?" Ia menjawab: "Tidak suka aku demikian, tetapi saya berjanji padamu bahwa saya tidak akan memerangi lagi padamu dan tidak pula akan menyertai kaum yang memerangi engkau."
Oleh Rasulullah s.a.w. orang tersebut dilepaskan jalannya -dibebaskan, kemudian ia mendatangi sahabat-sahabatnya lalu berkata: "Saya telah datang padamu sekalian ini dari sisi sebaik-baik manusia yang dimaksud ialah baru datang dari Nabi Muhammad s.a.w.
Sabda Nabi s.a.w.: Ikhtarathas saifa, artinya mengacungkan pedang dalam keadaan terhunus dan Wa huwa fi yadihi shaltan, artinya: pedang itu di tangannya sudah terhunus. Lafaz shaltan itu boleh difathahkan shadnya dan boleh pula didhammahkan.
79. Keenam: Dari Umar r.a., katanya: "Saya mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Andaikata engkau sekalian itu suka bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakkal, niscayalah Dia akan memberikan rezeki padamu sekalian sebagaimana Dia memberikan rezeki kepada burung. Pagi-pagi burung-burung berperut kosong dan sore- sore kembali dengan perut penuh berisi.
Diriwayatkan oleh Imam Termidzi dan ia mengatakan bahwa ini adalah Hadis hasan.
Adapun makna Hadis itu ialah bahwa burung-burung itu pada permulaan hari siang, yakni mulai pagi harinya sama pergi dalam keadaan khimash, artinya kosong perutnya, sebab lapar, sedangkan pada akhir siang, yakni pada sore harinya sama kembali dalam keadaan bithaan, artinya perutnya penuh sebab kenyang. Inilah tanda tawakkalnya burung pada Allah.